Aku tak pernah menganggapmu ada dalam hidupku. Bahkan untuk
melihatmu saja aku tak ingin. Namun, adakah sesuatu dalam diriku yang begitu
penting bagimu? Hingga kau begitu gigih untuk mendekatiku setelah sekian kali
selalu aku abaikan.
Maaf jika aku tak bisa bersamamu. Aku telah terikat dengan
yang lain. Apa itu kurang jelas untuk membuatmu pergi. Namun, dengan berbagai
cara yang aku lakukan kamu pun tetap tak ingin mundur. Baiklah aku menyerah,
menyerah untuk membuatmu jauh. Aku yang akan menghindarimu dan menjalani hariku
seperti biasa tanpa ada kamu.
Waktu satu tahun itu bukan waktu yang singkat. Satu tahun itu
sudah cukup untuk membuat seseorang lupa akan teman lama, apalagi kita yang tak
pernah menginginkan pertemanan. Ternyata aku salah, untuk satu alasan aku harus
kembali ke tempat dimana kamu berdiri. Kamu pun masih berada di tempat yang
sama. Kamu menungguku.
Saat ini aku membutuhkan seorang teman untuk mendengar keluh
kesahku. Ketika aku mendapati separuh hatiku tlah kosong, kamu menggunakan
kesempatan itu untuk masuk. Aku biarkan kamu menghiburku, aku biarkan kamu
mengisi hariku.
Apa ini salahku jika akhirnya kamu berhasil memberikan
kenyamanan untukku? Kamu mampu menghipnotisku hingga aku tunduk padamu. Aku
mampu melupakan dia yang menyakitiku. Apa ini juga salahmu jika kita baru
bertemu dan mampu menciptakan kedekatan ini sekarang?
Kenyataan yang aku terima cukup menyesekkan dada. Aku tlah
kehilangan orang yang aku sayang. Dan kamu yang berhasil membuatku bangun dari
keterpurukan itu, haruskah menambahkan luka yang berbeda? Luka yang justru
lebih sakit. Kau telah bersamanya. Bersama dia yang sudah jadi belahan jiwamu,
bagian dari hidupmu juga buah cintamu. Kenapa harus aku yang ada dalam cerita
seperti ini. Di saat aku mulai terbiasa denganmu. Mulai bisa merasakan
sayangmu, mulai bisa menerimamu bahkan mulai menyayangimu sepenuh hati.
Dengan segala daya yang kau punya, kau mencoba meyakinkanku.
Membuatku percaya akan semua mimpi yang kau janjikan. Kau berharap ada cara
untuk kita bersatu. Tidakkah kau pikirkan betapa hati wanita sangat lemah?
Setepat apapun cara yang ingin kau lakukan untuk mengakhiri dengannya pasti
akan meninggalkan luka, memberikan bekas perih yang tak mudah di sembuhkan. Tak
mungkin ada perpisahan tanpa luka, walau sebaik apapun sebuah akhir itu
terjadi. Dan aku, apa yang ku punya? Sebilah pedangpun tak ku bawa, bagaimana
mungkin aku akan menebas kasih kalian yang sudah terbina. Aku bagai kerikil
kecil disini, bagaimana bisa aku yang hanya benda kecil hampir tak terlihat
mampu menghancurkan istana yang sudah terbangun. Akan jadi apa aku merusak
hubunganmu dengannya?
Semua sia-sia. Banyak keraguan dariku yang ku ungkapkan padamu
hampir tak kau gubris. Kamu tetap kekeh dengan pilihanmu untuk
memperjuangkanku. Seberat apapun rintangannya kamu mengharapkan agar aku tegar
dan kuat melewatinya. Kamu bersikeras untuk dapat bersamaku. Aku bisa apa, aku
pun tak kuasa untuk mundur, karena aku menyayangimu. Tapi untuk maju pun, aku
juga wanita yang bisa merasakan kesakitan yang akan dirasakan dia nanti.
Jika tuhan berkehendak kita bersatu, aku harapkan ada jalan
untuk kita bersatu tanpa ada yang tersakiti (secepatnya), jika tuhan
menggariskan kamu bukan untukku, semoga kita bisa dengan lapang menerima
kenyataan dan kembali berjalan masing-masing.