Senin, 23 Februari 2015

Aku Kamu dan Dia



Aku bahkan tak mengerti bagaimana statusku dengan dia. Dia dengan istrinya dan aku juga bersamanya. Aku tak peduli bagaimana mempersepsikan statusku, sebagai simpanan atau bahkan sebagai penghancur hubungan orang, tapi toh tidak separah itu. Aku tak menuntut banyak hal darinya, kami hanya saling mencintai dan pentingkah status?

Lupakan makan malam romantis, berbagi coklat manis, atau bahkan tanganmu menghapus air mataku saat menangis. Aku hanya kau temui secara sembunyi-sembunyi, saat kau meninggalkan pekerjaanmu hanya untukku atau saat kau tidak bersama dengan istrimu. Dalam waktu yang sangat singkat itu, aku berharap bisa terus menahanmu, karena aku benci selalu jadi prioritas kedua, karena aku benci harus kehilangan kamu saat aku benar-benar membutuhkanmu.

Ada saat-saat dalam hidupku, saat aku tetap meyakini bahwa ini hanya sementara. Aku masih meyakini suatu saat aku akan menjadi satu-satunya untuk selamanya dalam hidupmu,
Kamu akan menangis memelukku saat aku mengenakan gaun pengantin, kamu akan menjadi satu-satunya orang yang aku lihat saat aku terbangun dari mimpi, kita akan bahagia.
Aku masih menyakini bahwa aku tidak selamanya jadi yang kedua, aku tidak selamanya akan terus kausembunyikan. Aku masih sibuk merancang mimpi indah untuk hubungan kita,
Walaupun kutahu kau tak pernah menghabiskan waktumu hanya untuk memikirkan akhir dari hubungan kita. Aku benci saat-saat kau menghancurkan mimpiku dengan mengatakan bahwa kau tak mungkin meninggalkan istrimu dan juga takkan mungkin meninggalkanku. Padahal apa yang harus kau banggakan dari istrimu? Ketika kamu sendiri yang bercerita padaku bahwa kau tak pernah mencintainya.
Aku benci harus menata ulang mimpi itu dari awal tanpa kau meminjamkan pundakmu saat aku menangis. Lalu, untuk apa kata cinta itu kau perdengarkan? Jika kau tak bisa menjadikanku satu-satunya wanita yang kaucintai? Jika kau hanya bisa menyembunyikanku dari sorotan dunia? Jika kau hanya menutup-nutupi cerita kita dari istrimu?
Kita sering berkhayal dan bermimpi, khayalan yang akan membuat aku dan kamu tertawa lepas, berbagi tawa dan bahagia dalam sebuah ketakutan bahwa hubungan rahasia ini akan diketahui oleh seseorang selain kita berdua.
Selama ini, saat aku bersamamu, aku lupa apa arti cinta. Perasaanku mati untuk merasakan bahagia. Aku terbiasa dengan perasaan sakit yang kubuat sendiri, aku terbiasa dengan kelakuanmu yang kadang tak menganggapku ada. Kamu terlanjur membuatku percaya,
Bahwa cinta adalah kesabaran menjadi orang ketiga. Aku terlalu lama menyiksa diriku sendiri, hanya untuk mengharapkanmu. Aku juga ingin bahagia, denganmu tanpa harus ada dia di sela-selanya.
Aku pun sama sekali tak bermaksud untuk mengganggu hubungan rumah tangga kalian. Aku hanya ingin menyadarkan istrimu betapa kau suaminya yang selama ini berada dalam rumah yang sama namun tak seranjang sudah sangat tidak perduli padamu dan lebih menyayangiku walau aku bukanlah siapa-siapa disini. Mungkin aku memang hanya orang ketiga bagi kalian, tapi ketahuilah bahwa terkadang cinta tak selalu milik berdua saja. Ada aku juga disini yang punya cinta untuk suamimu dan cinta suamimu yang hanya untukku. Lantas mengapa kau tak mengalah saja demi kebahagiaannya.
Adakah alasan untuk cinta yang kalian pertahankan? Di saat diantara kalian sendiri tak pernah menyimpan rindu yang sama.
Bolehkah aku mencintai kekasihmu? Dia terus memerhatikanku, bertanya bagaimana hari-hariku, dan meluangkan waktunya untuk mendengar ceritaku.
Dia telah memperlakukanku sama sepertimu. Dia bahkan telah menganggap aku lebih dari sekedar teman kerjanya, lebih dari sekedar sahabatnya, lebih dari sekedar adiknya. Bahkan, statusku disini mungkin lebih tinggi daripada kamu yang justru sebagai istrinya. Aku lebih dia hormati, aku lebih dia anggap ada daripada kamu.

Dia juga mengatakan rindu, mengungkapkan kangen dengan caranya yang tak terduga. Jadi, kau jangan merasa paling UTAMA. Dengan segala isyarat yang dia perlihatkan padaku, kutahu dia tak lagi mencintaimu seperti dulu. Dari cara dia bercerita, dari cara dia mengungapkan rasa, kutahu dia tak lagi menganggapmu ada. Apa kau merasa disakiti olehnya?

Kekasihmu adalah milikku. Dia akan mencintaiku lebih dari dia mencintaimu. Dia akan menjadi milikku satu-satunya. Salahkah jika aku berpikir seperti itu?
Mungkin nanti aku dan suamimu akan tertawa melihatmu terluka. Dia tidak akan memandangmu sedikitpun, sekalipun kau meradang, meronta, dan mengemis cintanya. Nikmati karmamu :) Ini murni kesalahanmu yang sebagai istri tak pernah perdulikannya. Terlalu sibuk dengan karir, tak ada waktu mengurus rumah tangga. Dan awal dari kisah kalian yang memang tak berakar kuat, akan tumbang dengan sendirinya seiring dia yang lebih memilihku.