Kamis, 05 Maret 2015

DILEMA



          Masih ingat kisahku? Kisah gadis yang telah jatuh cinta pada kekasih orang. Entah untuk alasan apa aku masih bertahan. Dia belum juga bercerai dengan istrinya, tapi aku tetap mempertahankan kasih yang ada padanya untukku. Bodoh bukan? Aku sendiri masih menyimpan rasa yang sama pada lelaki itu.
          Hari-hariku masih dengannya, pikiranku masih tertuju hanya padanya, khayal dan anganku juga masih tentangnya. Magnet apa sih yang kamu pakai? Sampai aku sulit melepaskan diri darimu. Aku memang tak mau berpisah darimu, tapi semakin kesini kepastian itu semakin tak pernah aku dapat. Terkadang sikapmu juga menunjukkan beberapa perubahan yang kian menghapus mimpiku untuk bisa bersamamu. Jika bukan karena rasa sayang ini, menunggu dan bertahan denganmu takkan pernah aku lakukan.
          Sampai kapan aku berpijak pada lantai ketidakpastian? Melupakanmu sejenak? Baiklah jika itu membuat aku lupa pada sakit dalam penantian ini. Tapi jangan salahkan aku apabila nanti keterusan melupakanmu dalam arti sesungguhnya, walau sayang, sayang banget, ingat saja bahwa perasaan seseorang bisa berubah karna keadaan dan sikapmu sendiri. Dan mungkin, hal ini sudah terjadi seiring dengan kamu yang semakin menjauh. Kamu yang membiasakan aku tanpa angin kabarmu, tanpa perhatianmu lagi, tanpa panggilan sayangmu dan rasanya aku telah membuat mimpi baru dengan orang lain. Orang yang selalu ada untuk setiap keluh kesahku, bersedia memberikan waktunya untuk sekedar mendengarkan ceritaku. Dia yang selalu bisa menciptakan suasana nyaman, membuatku tertawa dengan semua candaan dan tingkah lucunya. Aku belum tahu kenapa ini bisa terjadi, mungkin karena kita ada dalam satu kantor yang sama, sehingga pertemuan itu terjadi setiap hari dan komunikasi kita bisa setiap saat, entah untuk urusan pekerjaan atau mungkin tentang lelucon baru seperti yang sedang trend saat ini “disitu kadang saya merasa sedih”. Ada saja yang selalu kita bahas dan selalu lucu, tidak pernah ada rasa marah kecewa atau jengkel saat bersamamu. Berbeda kan dengan dia yang ada di kantor lain? Kita sudah jarang bertemu, jarang komunikasi, semuanya serba jarang, bahkan tidak pernah. Kita jauh, sangat jauh dan semakin menjauh. Terkadang aku berpikir kamu sudah bosan denganku dan ingin mengakhiri hubungan ini tapi tak mampu mengatakannya. Apa tujuanmu untuk hubungan kita selanjutnya saja aku tak tahu kita sudah tak pernah membahas itu. Aku sudah hilang arah untuk membawa hubungan ini kemana. Yang aku tanamkan dalam pikiranku saat ini hanyalah berjalan kedepan sesuai kehendak-NYA.
          Kembali lagi pada dia yang baru, entah ini hanya ketertarikan sesaat karena aku sedang kesepian atau memang aku mulai menyukainya? Aku bingung. Sejak kebersamaanku dengannya semakin sering, aku merasa dia juga memberikan signal harapan, tapi? Ahh, jadi cewek jaman sekarang kan wajib cuek biar kalau cowok ngasih perhatian dan ternyata hanya sesaat gak perlu sakit hati karena ngiranya di php. Tapi ini? Kenapa setiap kalimat yang di ucapnya, setiap huruf yang di ketiknya lewat sms seakan meyakinkanku bahwa dia juga menyukaiku. Dalam kasus sepele misalnya, jadwalku harus berubah menyesuaikan dengan event yang ada, dan aku mendengar dia berkata “lia, kok masuk pagi sih? terus aku nanti sama siapa?” Sesederhana itu kalimat terlontar dari bibirnya, tapi aku merasa senang bukan main. Aku beranggapan dia ingin terus bersamaku. Ada lagi yang lain, saat aku harus menunggunya keluar kantor sementara sudah jamku pulang, satu sms di layangkannya pada ponselku “makasih ya udah mau nungguin ({})” kalian tau kan arti emoticon itu? Iya peluk. Siapa sih yang gak bahagia, sedang dalam keadaan kagum dan si dia memberikan respon itu. Siap-siap deh lia kamu untuk sakit hati, kenapa? Karena semua laki-laki bisa aja ngirim emoticon seperti itu, jangan terlalu cepat bergembira. Tapi gak cuma sampai disitu, saat dia sakit dan aku harus double shift untuk menggantikannya, dia memberikan perhatian lebih. Dia yang jarang sekali membuang pulsanya untuk sms basa-basi, kali ini dia melakukannya “Lia maaf ya jadi ngrepoti” “rame tamu kah?” “amankan A shift?” “sudah pulang kah?” semua pertanyaan itu sangat simple, tapi kenapa ya aku harus berlebihan menganggap semua pesan singkat itu bentuk perhatian yang lebih dari sekedar teman saja. Terlebih lagi saat surat tugas turun dan mengharuskanku pindah departemen, kamu bersalaman denganku dan menunjukkan raut muka yang sedih atau orang jawa biasa bilang ‘mewek’. “Aku nanti bercanda sama siapa? Aku mau ngomong sama tembok aja abis ini”. Kalimat itu seperti menindih tubuhku, aku juga sedih harus pindah, aku sedih karena tak ada lagi tawa renyahmu dan semua candamu. Andai ada pilihan lain, aku sangat ingin tetap disini dan satu bagian denganmu. Kamu juga berkata “tenang lia, aku pasti nengokin kamu terus di kantor barumu”. Tuhan rencana apa lagi ini? Tidak berhenti disitu, masih ada yang lain, saat hari pertamaku di kantor baru ini persis seperti yang ucap, kamu sungguh menemuiku. Dengan wajah kesakitan kamu menunjukkan luka di siku tangan kananmu “lo kenapa mas can?”
“abis jatuh aku, kan tadi malem hujan deres a, ada lubang tak trobos aja ya jatuh-jatuh mauku sendiri gitu”
“ya ampun kok bisa se?”
“mikirin kamu aku”
“hmmm, terus gak papa?”
“ya lecet ini wes sama kakiku bengkak”
          Bisa kalian garis bawahi untuk kalimat “mikirin kamu” aku paham betul siapa mas candra, dia bukan tipe cowok yang suka gombalin cewek, kalaupun bercanda gak mungkin sampe segitunya, lantas apa maksudnya? Esok harinya, ada salah satu trainee yang bilang padaku "mbak, mas candra kemaren lo bilang ke aku, gak ada mbak lia sepi ya? biasanya gini yang bisa ngajakin aku becanda cuma dia" apa artinya itu? Dan bukan masih sedikit tingkah lakunya yang memberikanku kode, ada beberapa lagi yang lain bahkan mungkin banyak yang tak mungkin aku tuliskan semua.
          Aku bingung tuhan, ini sangat membingungkan. Di satu sisi ada dia yang sudah lama bersamaku, mengerti aku tapi perlahan menjauh, mungkinkah jika aku harus meninggalkannya dan beralih pada seseorang yang baru saja membuatku kagum tanpa aku sendiri belum tahu pasti apakah dia juga menyimpan rasa yang sama padaku?
          Terlepas dari semua itu, rasanya sekarang aku butuh cermin. Iya, siapa aku yang begitu mendamba seorang arjuna seperti mas candra, lelaki jangkung yang putih, tampan, baik hati, tidak pernah merokok, tidak pernah kasar ataupun menyakiti perempuan, tidak neko-neko, rajin beribadah. Banyak sekali kelebihannya, takkan cukup aku untuk menggambarkan semua sifat baik dan kepribadiannya. Sedangkan aku, hanya wanita biasa dari keluarga sederhana, cantik tidak, pintar tidak, jauh dari kata sempurna. Mana mungkin dia menolehku, sepertinya mustahil dia akan menyukaiku. Apalagi aku sudah mendengar kabar bahwa dia mengagumi wanita lain. Wanita yang sangat jauh sekali bila di bandingkan denganku, lebih cantik lebih pintar lebih segalanya. Siapa aku sampai memimpikan bisa bersanding denganmu mas? Kamu pun masih sering menunjukkan sikap bahwa kamu masih menyimpan rasa untuk wanita itu. Tapi apa arti dari semua sikapmu padaku selama ini jika kau menyukai wanita lain. Apa kamu sudah berubah menjadi laki-laki yang suka memainkan perasaan wanita, memberinya harapan palsu? Atau kah aku yang selama ini terlalu berharap dan berlebihan dalam mengartikan semua perhatianmu?
          Takdir yang bagaimana yang harus aku hadapi? Dia yang lama, sudah semakin tak menggubrisku, mungkin dia lupa bahwa aku masih hidup. Menyapaku, menemuiku, berbincang denganku itu adalah hal yang tak pernah kau lakukan. Salahkah jika aku kehilangan semua rasa sayang itu dan berbalik menyayangi dia yang selalu ada, mas candra. Kalian berdua sama-sama membuatku dalam ketidakpastian. Kau membuat hubungan kita menggantung, dan kau yang baru, membuatku hanya menebak-nebak saja apa yang kau rasa terhadapku. Lalu apa yang harus aku lakukan? Siapa yang aku pilih? Dia yang lebih dulu memikat hatiku namun sekarang menjauh atau dia yang sekarang selalu ada tapi aku tak tahu bagaimana perasaannya?

             Aah, sudahlah, biar semua berjalan sesuai alurnya. Kini aku free, bebas tanpa terikat pada siapaun. Biar saja rasa sayang ini kian tenggelam seiring denganmu yang kian tak perduli dan biar rasa kagum padamu yang baru kian bertambah tanpa aku mengharap balasan darimu.