Tak pernah aku lupa bagaimana
kebiasaanmu yang setiap pagi selalu memberikan ucapan “selamat pagi” melalui
media SMS. Sampai matahari dengan congkak menunjukkan sinarnya, kebiasaanmu itu
terus berlanjut. Aku bahkan heran, kamu itu pacarku atau alarm yang dengan
otomatis akan mengucap salam. Selamat pagi. Selamat siang. Selamat sore.
Selamat malam. Tapi justru itu lah yang aku rindukan sekarang. Salam yang tak
lagi ada untuk menghiasi kotak masuk pesan di ponselku.
Aku juga masih ingat, betapa suaramu
yang aku rindukan itu selalu menemani beberapa jam dalam keseharianku. Entah
untuk sekedar menanyakan kabarku, kegiatanku. Itu merupakan hal rutin yang
selalu kau lakukan. Kotamu yang berada di daerah pedesaan tak pernah menjadi
alasan untuk sulitnya signal demi kita bisa saling berbicara. Karena dengan
cara inilah rindu kita bisa saling bertemu walau tangan tak berpagutan, walau
wajah tak saling bertatap muka. Aku begitu kagum dengan usahamu, sesulit apapun
keadaan disana tak menyurutkan niatmu untuk tetap bisa berhubungan denganku.
Sayang, itu hanya sekejap saja.
Aku ingat saat-saat kita berdua di
rumahku. Di sofa kesayangan kita, kita selalu duduk bersebelahan. Saling
bercerita, bercanda, tertawa bersama, berbagi kisah. Pipiku yang chubby selalu saja jadi tujuan utama
pendaratan tanganmu untuk kau cubit dengan gemasnya. Kita begitu menikmati saat
bahagia itu. Ketika aku menyiapkan makan siang untukmu, kita makan bersama,
berangkat ke tempat kerja bersama. Aku begitu rindu kebersamaan kita di
rumahku. Namun kini tak lagi aku rasakan.
Semenjak ponselmu yang berubah
menjadi smartphone, kita semakin rajin memberi kabar lewat media whatsapp. Aku masih bisa terima itu. Tak
apa aku tak pernah mendapat pesan singkat darimu, tak apa aku tak lagi
mendengar suaramu, asal aku masih tahu angin kabarmu saja aku bahagia. Walau
sebenarnya sesekali aku masih sangat ingin kembali pada saat-saat itu.
Dulu dalam gedung yang sama namun berbeda
bagian, aku masih bisa menikmati kebersamaan kita, jam kerja kita yang hampir
sama dalam satu minggunya membuatmu punya tanggung jawab untuk selalu
mengantarku pulang. Jam kerja yang kini tak pernah lagi sama karena jabatanmu
yang bukan lagi seorang dishwasher, harus membuat hatiku lebih lapang lagi
menerima kenyataan ini. Kita semakin jauh.
Sebenarnya ini pertanda atau hanya
sekedar ujian cinta kita? Kenapa semakin kesini kita seperti semakin di jauhkan.
Aku tak pernah mendapati namamu muncul di kotak masuk pesanku, tak pernah
menjumpai namamu di daftar panggilan masukku. Hanya dalam riwayat obrolan whatsapp saja. Sampai pada suatu waktu
aku juga menjadi pengguna blackberry
messenger kita kembali melakukan contact hanya melaui BBM. Tak ada lagi
jejak motormu yang parkir di halaman rumahku. Bahkan mungkin kamu tak pernah ke
rumahku lagi. Sejak orang tuaku yang tak menginginkan kedekatan kita terus
berlanjut.
Aku rindu kamu, aku rindu kita yang
bersama-sama. Kapan kebersamaan itu akan terulang kembali dan akan menjadi
abadi? Dengan banyaknya rintangan yang telah datang apa aku mampu terus
memperjuangkan cinta kita? Menjaga segalanya dan tetap menantikan masa itu
tiba, masa dimana kita akan bersama dan tak kan terpisah lagi? Walau aku masih
belum tau pasti kapan hari itu akan menghampiri. Aku wanita, dan karena wanita
terbiasa menunggu, namun jika terlalu lama bukankah itu melelahkan? Keadaanpun
memaksa kita untuk kian merenggang. Aku tak bisa, sayang. Hanya untuk
bersandiwara? Baiklah aku usahakan. Tapi, jangan pernah berfikir bahwa aku
ingin menjauhimu dalam arti sebenarnya, karena hati ini sudah tertuju padamu. Hanya
untukmu, dan selamanya akan selalu begitu.
ii kak, aku banget:'') suka kak sama ceritanya:)
BalasHapuskak, mampir dong keblog aku; sherrenade.blogspot.com
makasii :*
Hapussudah aku bca tulisanmu,, keren" jg critanya :D