Kamis, 06 Februari 2014

Tunggu Aku



Sampai aku tahu bahwa engkau telah bersamanya, aku masih tetap dengan keputusanku untuk tetap menunggu. Entah apa yang akan aku dapatkan dari penantian ini. Kamu selalu dan selalu saja melayangkan kata-kata yang membuat aku enggan pergi dan berlalu. Aku telah terlalu menyayangimu.
Pada detik ini, keraguanku semakin membutakan pikiranku. Untuk sebuah alasan aku bertahan, dan untuk beberapa alasan aku harus menjauh. Harusnya sudah jelas. Dari sekian alasan yang ada mengharuskan aku untuk pergi. Tapi ini akan menyakiti perasaanku sendiri. Di sisi lain sebagai wanita pun aku tak mau berada dalam posisinya; diduakan. Ahh, aku gila jika harus memikirkan ini sendirian.
Kamu yang aku sayang, kenapa baru sekarang mencipta sebuah pertemuan. Di saat kau telah menjadi milikknya, di saat lahir dia sang buah hatimu. Aku punya kuasa apa untuk merusak tiang pernikahan itu.
Kamu yang tak menginginkan kebersamaan dengannya terus saja mengelak. Kamu yang mengharap dapat bersatu denganku tetap berusaha meyakinkanku. Dengan usaha yang bagaimana kamu akan memperjuangkan aku?
Orang tuaku saja tak pernah menyetujui kedatanganmu di kehidupanku. Mereka melarangku. Tapi aku sayang kamu. Aku harus berbuat apa. Aku tak mungkin jadi anak durhaka yang tak penurut pada orang tua. Dan aku pun tak sanggup melukai hatiku untuk yang kesekian kali karena membohongi perasaanku sendiri dengan berkata tidak mencintaimu.
Jadi aku harus bagaimana? Apa aku harus tetap menjauhimu demi jadi anak kebanggaan orang tua yang selalu nurut apa kata ayah bunda. Iyaaa, untuk beberapa waktu mungkin aku harus menjauh darimu. Biarkan aku lepas dari genggamanmu untuk sesaat saja. Biarkan aku mencari pangeran lain seperti yang di idamkan bunda. Sesorang yang masih berstatus sendiri. Hingga aku jenuh dan dapat buktikan pada mereka bahwa tidak ada lagi laki-laki lain yang bisa membuatku bahagia selain dirimu. Asalkan kamu pun bersedia memenuhi janjimu untuk bisa lepas dari ikatan suci yang masih menyatukan kamu dengan dia.
Aku berjuang. Kamupun berjuang sayang. Kita kan hadapi segala rintangan ini berdua. Aku percaya tuhan akan lelah mendengar doa yang selalu kita panjatkan tiap hari. Hingga akhirnya tuhan akan mengabulkannya dan memberi jalan untuk kita dapat bersatu selamanya.
Tunggu aku sayang, jangan lelah menanti
Aku kan datang di usiaku yang sudah siap untuk kau pinang
Dan kau kan kembali di saat kau sudah sendiri
Kita kan bahagia nantinya

Selingkuhanku Saudaraku



Siapa yang salah ketika ada pasangan sedang menjalin hubungan tapi tak pernah di perhatikan. Aku yang tak bisa mengerti kamu? Atau kamu yang terlalu sibuk hingga lupa aku? Jangan salahkan aku jika aku akhirnya bosan dengan semua ini. Kamu sendiri yang membuat keadaan menjadi begini.
Aku tau kondisimu, kini kamu adalah tulang punggung bagi keluargamu. Ayahmu yang sudah tiada, ibumu yang sudah renta. Bagaimana mungkin kehidupan dapat terus berjalan hanya dengan menghirup udara saja tanpa makan dan minum. Keputusanmu untuk membanting tulang demi menghidupi keluargamu cukup membuat pilu hatiku. Dari pagi hingga malam kau habiskan waktumu hanya untuk mencari rupiah. Terkadang aku kasihan melihatmu. Kamu masih terlalu muda untuk memikirkan bagaimana memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Mana uang untuk membayar listrik, air, pajak, makan, minum, pakaian, biaya sekolah adikmu. Beban yang kau pikul cukup berat sayang. Tapi aku pacarmu juga butuh kamu. Butuh kamu di saat aku bersedih, saat aku bahagia. Aku butuh kamu sebagai sandaranku ketika lelah, butuh kamu jadi telinga untuk mendengar keluh kesahku, butuh kamu di setiap saat. Tapi itu mustahil.
Aku punya pacar tapi tidak dalam wujud nyata. Hanya statusku. Bagaimana tidak? aku punya pacar tapi serasa tak ada pacar. Aku masih kesepian.
Hingga ada laki-laki lain yang mendekatiku. Ia lebih perhatian dari pacarku. Ia slalu ada di saat aku membutuhkannya. Ia yang membuat hari-hariku berwarna.
Hal yang aku khawatirkan pun terjadi, aku menaruh hati padanya begitu juga laki-laki yang baru datang itu. Aku tau yang aku lakukan ini salah, memiliki dia saat aku sudah memiliki yang lain. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku membutuhkan seseorang yang slalu ada di sampingku, dan aku menemukan itu padanya bukan pada pacarku. Dengan sembunyi-sembunyi hubungan ini berjalan.
Satu yang masih mengganjal di hati ini. Wajah laki-laki ini hampir tak asing lagi. Tapi aku tak mampu mengingatnya siapa.
Lama hubungan ini terjalin, aku mulai mengenalnya. Siapa dia, keluarganya. Sungguh sempit dunia ini. Bisa-bisanya aku menjalin kedekatan dengan saudaraku sendiri; kakakku. Sesuai dugaan, firasatku tak salah jika aku pernah bertemu dengannya. Iyaa, semasa kecil di tanah kelahiran keluarga; Sumatra. Sebelum akhirnya semua merantau dan orang tuaku memilih disini; jawa timur.
Aku hampir tak percaya dengan kenyataan ini, aku tak mau ini terjadi, aku masih berharap ini mimpi. Tapi beginilah adanya.
Tuhan ingin menunjukkan arti kesetiaan. Tuhan menginginkanku lebih bisa menerima keadaan pacarku. Yaaaa, ini memang salahku menduakannya. Itu pun bukan tanpa alasan. Aku bosan dengan ia yang tak pernah ada untukku. Lalu apa artinya pacar jika itu hanya status.
Cukuplah kamu jadi saudaraku, tak mungkin ini terus di jalani, walau aku lebih menyayangimu.
Sepertinya aku harus kembali ke jalanku, tetap pada perasaanku untuk pacarku. Belajar lebih mengerti dan belajar setia. Karna harusnya aku bersyukur memiliki laki-laki itu, ia bertanggung jawab. Bekal nanti ketika ia jadi pendamping hidupku kelak. Lelaki pekerja keras yang kan menafkahiku, menjagaku, menyayangiku. Selalu
Maafkan aku sayang.

Seandainya Indah



Andai hidup ini dapat aku sutradarai sendiri, aku mengharap hanya ada hal indah di dalamnya. Sayang, sampai kapanpun apa yang terjadi sudah lah menjadi takdir sang Ilahi, dan apa yang terjadi di masa depan masih menjadi sebuah rahasia tanpa ada satupun yang dapat mengungkapnya.
Andai aku dapat menjadi sutradara sendiri untuk melewati hidup ini, mungkin takkan sesulit ini aku melalui semua. Aku dapat dengan  mudah mendapat apa yang aku mau, termasuk cintamu. Akan tetapi, itu hanya akan terjadi dalam khayal imajinasiku. Sampai detik ini pun, nyatanya aku masih saja sendiri. Kau yang ku puja berada jauh disana.
Betapa jarak dapat menjadi penghalang yang sangat jahat untuk hubungan kita. Pada saat itu, kau masih bisa terima. Hingga hari dimana semua itu berubah. Hari dimana kamu berada dalam titik kejenuhanmu. Iyaa, kamu tak sanggup dengan jarak yang menyela dalam hubungan kita.
Kamu tau? Aku begitu kecewa ketika kamu memutuskan untuk kita tak saling bersama lagi. Ku kira kamu dapat kuat melewati semua ini. Karena kamu juga yang menguatkan aku. “kita pasti bisa melewati ini jika kita tetap bersama sayang” itu kah kalimat yang pernah kau ucap dulu? Lalu untuk apa harus terlontar kalimat itu jika pada akhirnya kamu pula yang menyerah?
Aku berharap aku adalah penulis scenario untuk cerita ini, sehingga aku dapat merubah alur ceritanya menjadi tak sesedih ini. Aku cukup menyesal telah memperjuangkanmu begitu dalam. Karena semua terasa sia-sia ketika aku mempertahankamu lebih tapi tak ada sedikitpun usaha darimu. Aku lelah berjalan sendiri. Jika kisah ini harus berakhir begini adanya, adakah satu hal yang mampu menguatkanku agar aku dapat kembali berdiri. Kembali berjalan walau tanpa ada kamu.
Seindah kenangan yang pernah kau ukir, seindah itu pula dirimu aku kenang. Sampai kapanpun aku takkan pernah menyalahkan jarak. Walau satu alasan pasti yang menyebabkan perpisahan kita adalah jauhnya dirimu dari jangkauanku. Aku akan menerima ini sebagai pengalaman terindah. Berada dalam zona cintamu dan menjadi yang istimewa dalam hidupmu.

Duplikat(mu)



Aku tak pernah lupa bagaimana caramu memandangku. Sama. Sama persis seperti tatapan dia yang sekarang.
Aku tak bisa melupakan senyum indahmu itu. Sama seperti senyum yang selalu aku lihat pada dia yang sekarang.
Aku takkan melupakan saat-saat ketika bersamamu dulu. Moment yang hampir sama tercipta ketika aku berada di dekat ia yang sekarang.
Bagaimana mungkin aku bisa lupa dengan ekspresimu meledekku, ketika aku kalah dari sebuah adu pendapat, dengan lidah  yang kau julurkan dan sepintas kata kau lontarkan “wekk”. Aku menemukan ekspresi itu lagi pada dia yang sekarang.
Aku tak mungkin melupakan kehangatan yang pernah kau ciptakan. Genggaman tanganmu, rengkuhan pelukmu. Begitu nyaman hati ini kala bersandar di tubuhmu, ikut merasakan detak jantungmu. Hal yang sama yang aku rasakan kembali pada ia yang sekarang.
Aku tak pernah mengerti dengan ini. Mungkinkah Tuhan kirimkan aku orang yang slalu dengan sifat dan karakter seperti itu.?
Aku pun tak menduga jika ia (yang sekarang) begitu memikat hati walau di awal jumpa aku sungguh tak menginginkan kedekatan.
Aku terlalu sayang padamu, pada masa laluku yang kini telah pergi. Meninggalkanku tanpa ada sedikit pun niat untuk kembali. Entah untuk alasan apa? Aku masih tak mengerti apa sebab dari perpisahan itu.
Terlalu susah untuk melupakanmu. Sampai kapanpun mungkin aku tak bisa menghapusmu dari memori otakku. Apalagi setelah kedekatanku dengan ia yang sekarang. Hampir sepenuhnya sifatmu ada pada ia, caranya memandang, caranya memanggil, caranya memperlakukanku. Jika aku terkena rabun dan sengaja melepas kacamataku mungkin aku akan melihat wajahmu ketika menatap ia yang sekarang. Entah tidak sengaja hingga keajaiban ini menghampiri mereka berdua, wajah mereka tampak mirip. Motor yang mereka pakai, helm. Aahhh,, aku yang terlalu menyamakan atau memang mereka yang sama.
Karena aku yang belum bisa melupakanmu, aku takut jika aku mencintai ia yang sekarang hanya karena ia sama denganmu; masa laluku.
Hingga aku bisa menemukan perbedaan diantara mereka. Kamu terlalu cuek dengan masalah yang ada. Selalu aku yang mengalah untuk menyelesaikannya. Karena aku takut jika kamu semakin marah ketika aku pun marah. Tapi ia, ia berbeda. Ia justru menuntunku untuk tidak saling mendahulukan ego masing-masing. Menyelesaikan masalah bersama, bertukar pendapat, tidak melulu men-judge sebelum bertanya dulu. Ia yang lebih sering mengalah karena takut aku pergi, takut kehilanganku. Ia lebih dewasa dalam menyikapi sikapku yang kekanak-kanakan. Ia lebih mengertiku. Ia… istimewa.
Aku pun mulai bisa menerimanya walau belum sepenuhnya melupakan masa laluku. Tapi, sampai kapan aku akan terus menyakiti hatinya dengan kepura-puraanku.
“Sayang, aku minta maaf jika hatiku masih terbagi dua, untuknya masa laluku dan untukmu, tapi aku tak bisa jika harus melupakannya. Aku hanya ingin untuk tidak mengingatnya, hingga kamu yang akan mengisi hatiku sepenuhnya. Tolong untuk tidak memaksaku menghapusnya dari ingatanku. Aku sudah berhasil berjalan dari masa galauku. Kini aku berada disini bersamamu dan ingin melangkah ke masa depan hanya denganmu”
Dalam seleksi pencarian jodohku, ia yang sekarang yang berhasil menyisihkan begitu banyak laki-laki. Aku tlah yakin untuk memilihnya. Ia yang terbaik untukku. Aku menyayanginya, kali ini bukan karena ia sama dengan masa laluku. Tapi karna tulus kasihnya yang pantas untuk dapatkan tulus kasihku pula.

12days to move on



Aku yang tak menginginkan perpisahan, salahkah jika aku mencoba untuk mempertahankan? Aku yang begitu menyayangimu, salahkah jika aku kembali mempertanyakan apa alasan dari perpisahan ini? Aku hampir tak mengerti dengan pola pikirmu. Kedekatan kita hampir berlangsung 3 tahun dan dengan singkatnya kamu mengakhiri.
Untuk alasan keyakinan kita yang berbeda. Aku dengan tasbihku, kamu dengan salibmu. Tapi kenapa baru sekarang sayang? Kenapa kamu baru mempermasalahkannya sekarang? Di awal perjumpaan kita, kita sudah berkomitmen untuk tetap bersama tanpa perduli apa kata orang tentang keyakinan kita. Kita hanya berjalan sesuai kata hati kita yang saling menyayangi. Apa itu salah?
Getar handphone-mu yang mengagetkanku pukul 3 pagi itu masih menghantui pikiranku. Meskipun aku harusnya sudah terbiasa dengan hal itu. Iyaa, kamu yang selalu membangunkanku untuk bangun mengambil air wudhu dan bergegas shalat malam, kini berganti menjadi nada SMS yang menginginkan perpisahan.
Apa yang kau pikirkan hingga kamu mengambil keputusan yang begitu ceroboh ini? Tanpa penjelasan panjang kamu mengakhiri ini semua. Hanya karena keyakinan kita yang berbeda ini yang kau jadikan alasan untuk pergi. Aku bisa apa? Aku terlalu mencintaimu, tak mungkin bisa secepat kilat melupakanmu dan semua kenangan yang sudah terukir.
Aku mencoba menghubungimu tapi tak pernah ada respon satupun darimu. Aku bagai sampah yang sengaja kau buang jauh tanpa ingin kau pungut lagi.
Karena aku yang masih tak bisa melepasmu, sekuat hati aku akan memperjuangkanmu. Ku coba menghampirimu di rumah seusai sekolahku. Tapi tak pernah kau muncul. Seakan kau tau akan kedatanganku. Aku masih terus bertahan disana, tak perduli hujan atau teriknya matahari yang begitu menyengat di kulit. Aku akan menunggu hingga kamu keluar dan menjelaskan apa yang salah dariku hingga kamu mencoba keluar dari lingkaran hidupku. Aku berusaha berada disana di saat jam pulangmu. Tapi semua terasa sia-sia. Sampai detik ini aku tak berhasil menemuimu.
Dua belas hari sudah aku menunggu disini, di depan rumahmu. Aku bingung harus apa lagi. Tak satupun pesan singkatku kau balas, tak ada satupun panggilanku yang kau gubris. Dimana letak salahku sayang? Jika benar perbedaan keyakinan ini yang kau jadikan penghalang, kenapa baru sekarang? Kenapa setelah tiga tahun kebersamaan kita baru kau ributkan? Aneh.
Aku yang tak bisa pergi dari cintamu mencoba mengarungi cinta yang lain. Cinta yang sama yang diberikan teman sekelasku. Dia yang ternyata tlah lama menyimpan rasa untukku tapi tak pernah berani mengungkapkan karena takut merusak hubunganku denganmu. Kalian memang berbeda, tapi kalian memiliki nama yang sama, Dion. Kali ini kita seiman.
Tapi apa yang indah walau seiman jika aku tak bisa menyayanginya. Ia begitu tulus. Ia tak pernah marah jika aku masih tak bisa melupakan Dion yang lama. Ia justru mengajariku meninggalkan masa lalu secara perlahan. Aku jadi merasa bersalah padanya. Begitu jahat aku yang hanya menjadikannya pelampiasanku.
Sepenuhnya aku tak pernah mengerti seperti apa jalan pikiranmu. Di saat aku mulai cinta-cintanya pada ia yang sekarang kamu justru kembali. Membawa gelak tawa yang selama ini ku rindukan, bersama satu penjelasan bahwa kamu hanya mengujiku. Dengan santai kamu memaparkan “Aku ingin tau akan seperti apa kamu tanpaku? Mungkin gak kamu tetap menunggu ketika aku pergi?” Ini cinta sayang bukan permainan. Bagaimana bisa kamu menempatkanku bagai murid yang mendapat soal ujian? Kamu tak benar-benar pergi (harusnya). Tapi karena kesalahanku, kamu akhirnya pergi dalam arti sebenarnya, setelah mendapati aku bersama oranglain. Bingung bacanya? Aku juga bingung bagaimana aku harus menjelaskan ini.
Waktu tiga tahun itu aku hapus hanya dalam dua belas hari. Dua belas hari dimana aku menunggu yang akhirnya tak dapatkan jawaban. Aku sendiri yang bodoh melepasmu untuk dia yang tak lebih baik darimu. Jika aku benar menyayangimu harusnya aku tak bersama orang lain dalam waktu secepat itu. Aaaaghh,, aku bagai melepas berlian hanya demi batu kali.
Kamu yang juga masih menyayangiku kini benar-benar pergi. Kekecewaanmu padaku mungkin sudah terlalu besar. Tapi ini juga tak bisa mutlak hanya karena salahku. Siapa juga yang meminta kamu untuk melakukan sandiwara seperti ini? Kamu juga salah! Sudahlah. Ini bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Kenyataan yang ada aku tlah bersama Dion yang baru, menjalaninya dengan penuh rasa kecewa. Kamu pun pergi dengan penyesalanmu.
Sungguh tragis. Kisah cinta yang begitu indah terhapus hanya karena sebuah kebodohan.
Sampai kapanpun aku akan tetap menyayangimu, walau aku juga berusaha untuk menerima dia yang baru. Aku masih mengharap ada keajaiban yang nantinya mempertemukan kita kembali.