Aku tak pernah
lupa bagaimana caramu memandangku. Sama. Sama persis seperti tatapan dia yang
sekarang.
Aku tak bisa
melupakan senyum indahmu itu. Sama seperti senyum yang selalu aku lihat pada
dia yang sekarang.
Aku takkan
melupakan saat-saat ketika bersamamu dulu. Moment yang hampir sama tercipta
ketika aku berada di dekat ia yang sekarang.
Bagaimana mungkin
aku bisa lupa dengan ekspresimu meledekku, ketika aku kalah dari sebuah adu
pendapat, dengan lidah yang kau julurkan
dan sepintas kata kau lontarkan “wekk”. Aku menemukan ekspresi itu lagi pada
dia yang sekarang.
Aku tak mungkin
melupakan kehangatan yang pernah kau ciptakan. Genggaman tanganmu, rengkuhan
pelukmu. Begitu nyaman hati ini kala bersandar di tubuhmu, ikut merasakan detak
jantungmu. Hal yang sama yang aku rasakan kembali pada ia yang sekarang.
Aku tak pernah
mengerti dengan ini. Mungkinkah Tuhan kirimkan aku orang yang slalu dengan
sifat dan karakter seperti itu.?
Aku pun tak
menduga jika ia (yang sekarang) begitu memikat hati walau di awal jumpa aku
sungguh tak menginginkan kedekatan.
Aku terlalu sayang
padamu, pada masa laluku yang kini telah pergi. Meninggalkanku tanpa ada
sedikit pun niat untuk kembali. Entah untuk alasan apa? Aku masih tak mengerti
apa sebab dari perpisahan itu.
Terlalu susah
untuk melupakanmu. Sampai kapanpun mungkin aku tak bisa menghapusmu dari memori
otakku. Apalagi setelah kedekatanku dengan ia yang sekarang. Hampir sepenuhnya
sifatmu ada pada ia, caranya memandang, caranya memanggil, caranya
memperlakukanku. Jika aku terkena rabun dan sengaja melepas kacamataku mungkin
aku akan melihat wajahmu ketika menatap ia yang sekarang. Entah tidak sengaja
hingga keajaiban ini menghampiri mereka berdua, wajah mereka tampak mirip.
Motor yang mereka pakai, helm. Aahhh,, aku yang terlalu menyamakan atau memang
mereka yang sama.
Karena aku yang
belum bisa melupakanmu, aku takut jika aku mencintai ia yang sekarang hanya
karena ia sama denganmu; masa laluku.
Hingga aku bisa
menemukan perbedaan diantara mereka. Kamu terlalu cuek dengan masalah yang ada.
Selalu aku yang mengalah untuk menyelesaikannya. Karena aku takut jika kamu
semakin marah ketika aku pun marah. Tapi ia, ia berbeda. Ia justru menuntunku
untuk tidak saling mendahulukan ego masing-masing. Menyelesaikan masalah bersama,
bertukar pendapat, tidak melulu men-judge
sebelum bertanya dulu. Ia yang lebih sering mengalah karena takut aku
pergi, takut kehilanganku. Ia lebih dewasa dalam menyikapi sikapku yang
kekanak-kanakan. Ia lebih mengertiku. Ia… istimewa.
Aku pun mulai bisa
menerimanya walau belum sepenuhnya melupakan masa laluku. Tapi, sampai kapan
aku akan terus menyakiti hatinya dengan kepura-puraanku.
“Sayang, aku minta
maaf jika hatiku masih terbagi dua, untuknya masa laluku dan untukmu, tapi aku
tak bisa jika harus melupakannya. Aku hanya ingin untuk tidak mengingatnya,
hingga kamu yang akan mengisi hatiku sepenuhnya. Tolong untuk tidak memaksaku
menghapusnya dari ingatanku. Aku sudah berhasil berjalan dari masa galauku.
Kini aku berada disini bersamamu dan ingin melangkah ke masa depan hanya
denganmu”
Dalam seleksi
pencarian jodohku, ia yang sekarang yang berhasil menyisihkan begitu banyak
laki-laki. Aku tlah yakin untuk memilihnya. Ia yang terbaik untukku. Aku
menyayanginya, kali ini bukan karena ia sama dengan masa laluku. Tapi karna
tulus kasihnya yang pantas untuk dapatkan tulus kasihku pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar