Aku yang tak
menginginkan perpisahan, salahkah jika aku mencoba untuk mempertahankan? Aku
yang begitu menyayangimu, salahkah jika aku kembali mempertanyakan apa alasan
dari perpisahan ini? Aku hampir tak mengerti dengan pola pikirmu. Kedekatan
kita hampir berlangsung 3 tahun dan dengan singkatnya kamu mengakhiri.
Untuk alasan
keyakinan kita yang berbeda. Aku dengan tasbihku, kamu dengan salibmu. Tapi
kenapa baru sekarang sayang? Kenapa kamu baru mempermasalahkannya sekarang? Di
awal perjumpaan kita, kita sudah berkomitmen untuk tetap bersama tanpa perduli
apa kata orang tentang keyakinan kita. Kita hanya berjalan sesuai kata hati
kita yang saling menyayangi. Apa itu salah?
Getar handphone-mu yang mengagetkanku pukul 3
pagi itu masih menghantui pikiranku. Meskipun aku harusnya sudah terbiasa
dengan hal itu. Iyaa, kamu yang selalu membangunkanku untuk bangun mengambil
air wudhu dan bergegas shalat malam, kini berganti menjadi nada SMS yang
menginginkan perpisahan.
Apa yang kau
pikirkan hingga kamu mengambil keputusan yang begitu ceroboh ini? Tanpa
penjelasan panjang kamu mengakhiri ini semua. Hanya karena keyakinan kita yang
berbeda ini yang kau jadikan alasan untuk pergi. Aku bisa apa? Aku terlalu
mencintaimu, tak mungkin bisa secepat kilat melupakanmu dan semua kenangan yang
sudah terukir.
Aku mencoba
menghubungimu tapi tak pernah ada respon satupun darimu. Aku bagai sampah yang
sengaja kau buang jauh tanpa ingin kau pungut lagi.
Karena aku yang
masih tak bisa melepasmu, sekuat hati aku akan memperjuangkanmu. Ku coba
menghampirimu di rumah seusai sekolahku. Tapi tak pernah kau muncul. Seakan kau
tau akan kedatanganku. Aku masih terus bertahan disana, tak perduli hujan atau
teriknya matahari yang begitu menyengat di kulit. Aku akan menunggu hingga kamu
keluar dan menjelaskan apa yang salah dariku hingga kamu mencoba keluar dari
lingkaran hidupku. Aku berusaha berada disana di saat jam pulangmu. Tapi semua
terasa sia-sia. Sampai detik ini aku tak berhasil menemuimu.
Dua belas hari
sudah aku menunggu disini, di depan rumahmu. Aku bingung harus apa lagi. Tak
satupun pesan singkatku kau balas, tak ada satupun panggilanku yang kau gubris.
Dimana letak salahku sayang? Jika benar perbedaan keyakinan ini yang kau
jadikan penghalang, kenapa baru sekarang? Kenapa setelah tiga tahun kebersamaan
kita baru kau ributkan? Aneh.
Aku yang tak bisa
pergi dari cintamu mencoba mengarungi cinta yang lain. Cinta yang sama yang
diberikan teman sekelasku. Dia yang ternyata tlah lama menyimpan rasa untukku
tapi tak pernah berani mengungkapkan karena takut merusak hubunganku denganmu.
Kalian memang berbeda, tapi kalian memiliki nama yang sama, Dion. Kali ini kita
seiman.
Tapi apa yang
indah walau seiman jika aku tak bisa menyayanginya. Ia begitu tulus. Ia tak
pernah marah jika aku masih tak bisa melupakan Dion yang lama. Ia justru
mengajariku meninggalkan masa lalu secara perlahan. Aku jadi merasa bersalah
padanya. Begitu jahat aku yang hanya menjadikannya pelampiasanku.
Sepenuhnya aku tak
pernah mengerti seperti apa jalan pikiranmu. Di saat aku mulai cinta-cintanya
pada ia yang sekarang kamu justru kembali. Membawa gelak tawa yang selama ini
ku rindukan, bersama satu penjelasan bahwa kamu hanya mengujiku. Dengan santai
kamu memaparkan “Aku ingin tau akan seperti apa kamu tanpaku? Mungkin gak kamu
tetap menunggu ketika aku pergi?” Ini cinta sayang bukan permainan. Bagaimana
bisa kamu menempatkanku bagai murid yang mendapat soal ujian? Kamu tak
benar-benar pergi (harusnya). Tapi karena kesalahanku, kamu akhirnya pergi
dalam arti sebenarnya, setelah mendapati aku bersama oranglain. Bingung
bacanya? Aku juga bingung bagaimana aku harus menjelaskan ini.
Waktu tiga tahun
itu aku hapus hanya dalam dua belas hari. Dua belas hari dimana aku menunggu
yang akhirnya tak dapatkan jawaban. Aku sendiri yang bodoh melepasmu untuk dia
yang tak lebih baik darimu. Jika aku benar menyayangimu harusnya aku tak
bersama orang lain dalam waktu secepat itu. Aaaaghh,, aku bagai melepas berlian
hanya demi batu kali.
Kamu yang juga
masih menyayangiku kini benar-benar pergi. Kekecewaanmu padaku mungkin sudah
terlalu besar. Tapi ini juga tak bisa mutlak hanya karena salahku. Siapa juga
yang meminta kamu untuk melakukan sandiwara seperti ini? Kamu juga salah!
Sudahlah. Ini bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Kenyataan yang
ada aku tlah bersama Dion yang baru, menjalaninya dengan penuh rasa kecewa.
Kamu pun pergi dengan penyesalanmu.
Sungguh tragis.
Kisah cinta yang begitu indah terhapus hanya karena sebuah kebodohan.
Sampai kapanpun
aku akan tetap menyayangimu, walau aku juga berusaha untuk menerima dia yang
baru. Aku masih mengharap ada keajaiban yang nantinya mempertemukan kita
kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar