Kamis, 06 Februari 2014

12days to move on



Aku yang tak menginginkan perpisahan, salahkah jika aku mencoba untuk mempertahankan? Aku yang begitu menyayangimu, salahkah jika aku kembali mempertanyakan apa alasan dari perpisahan ini? Aku hampir tak mengerti dengan pola pikirmu. Kedekatan kita hampir berlangsung 3 tahun dan dengan singkatnya kamu mengakhiri.
Untuk alasan keyakinan kita yang berbeda. Aku dengan tasbihku, kamu dengan salibmu. Tapi kenapa baru sekarang sayang? Kenapa kamu baru mempermasalahkannya sekarang? Di awal perjumpaan kita, kita sudah berkomitmen untuk tetap bersama tanpa perduli apa kata orang tentang keyakinan kita. Kita hanya berjalan sesuai kata hati kita yang saling menyayangi. Apa itu salah?
Getar handphone-mu yang mengagetkanku pukul 3 pagi itu masih menghantui pikiranku. Meskipun aku harusnya sudah terbiasa dengan hal itu. Iyaa, kamu yang selalu membangunkanku untuk bangun mengambil air wudhu dan bergegas shalat malam, kini berganti menjadi nada SMS yang menginginkan perpisahan.
Apa yang kau pikirkan hingga kamu mengambil keputusan yang begitu ceroboh ini? Tanpa penjelasan panjang kamu mengakhiri ini semua. Hanya karena keyakinan kita yang berbeda ini yang kau jadikan alasan untuk pergi. Aku bisa apa? Aku terlalu mencintaimu, tak mungkin bisa secepat kilat melupakanmu dan semua kenangan yang sudah terukir.
Aku mencoba menghubungimu tapi tak pernah ada respon satupun darimu. Aku bagai sampah yang sengaja kau buang jauh tanpa ingin kau pungut lagi.
Karena aku yang masih tak bisa melepasmu, sekuat hati aku akan memperjuangkanmu. Ku coba menghampirimu di rumah seusai sekolahku. Tapi tak pernah kau muncul. Seakan kau tau akan kedatanganku. Aku masih terus bertahan disana, tak perduli hujan atau teriknya matahari yang begitu menyengat di kulit. Aku akan menunggu hingga kamu keluar dan menjelaskan apa yang salah dariku hingga kamu mencoba keluar dari lingkaran hidupku. Aku berusaha berada disana di saat jam pulangmu. Tapi semua terasa sia-sia. Sampai detik ini aku tak berhasil menemuimu.
Dua belas hari sudah aku menunggu disini, di depan rumahmu. Aku bingung harus apa lagi. Tak satupun pesan singkatku kau balas, tak ada satupun panggilanku yang kau gubris. Dimana letak salahku sayang? Jika benar perbedaan keyakinan ini yang kau jadikan penghalang, kenapa baru sekarang? Kenapa setelah tiga tahun kebersamaan kita baru kau ributkan? Aneh.
Aku yang tak bisa pergi dari cintamu mencoba mengarungi cinta yang lain. Cinta yang sama yang diberikan teman sekelasku. Dia yang ternyata tlah lama menyimpan rasa untukku tapi tak pernah berani mengungkapkan karena takut merusak hubunganku denganmu. Kalian memang berbeda, tapi kalian memiliki nama yang sama, Dion. Kali ini kita seiman.
Tapi apa yang indah walau seiman jika aku tak bisa menyayanginya. Ia begitu tulus. Ia tak pernah marah jika aku masih tak bisa melupakan Dion yang lama. Ia justru mengajariku meninggalkan masa lalu secara perlahan. Aku jadi merasa bersalah padanya. Begitu jahat aku yang hanya menjadikannya pelampiasanku.
Sepenuhnya aku tak pernah mengerti seperti apa jalan pikiranmu. Di saat aku mulai cinta-cintanya pada ia yang sekarang kamu justru kembali. Membawa gelak tawa yang selama ini ku rindukan, bersama satu penjelasan bahwa kamu hanya mengujiku. Dengan santai kamu memaparkan “Aku ingin tau akan seperti apa kamu tanpaku? Mungkin gak kamu tetap menunggu ketika aku pergi?” Ini cinta sayang bukan permainan. Bagaimana bisa kamu menempatkanku bagai murid yang mendapat soal ujian? Kamu tak benar-benar pergi (harusnya). Tapi karena kesalahanku, kamu akhirnya pergi dalam arti sebenarnya, setelah mendapati aku bersama oranglain. Bingung bacanya? Aku juga bingung bagaimana aku harus menjelaskan ini.
Waktu tiga tahun itu aku hapus hanya dalam dua belas hari. Dua belas hari dimana aku menunggu yang akhirnya tak dapatkan jawaban. Aku sendiri yang bodoh melepasmu untuk dia yang tak lebih baik darimu. Jika aku benar menyayangimu harusnya aku tak bersama orang lain dalam waktu secepat itu. Aaaaghh,, aku bagai melepas berlian hanya demi batu kali.
Kamu yang juga masih menyayangiku kini benar-benar pergi. Kekecewaanmu padaku mungkin sudah terlalu besar. Tapi ini juga tak bisa mutlak hanya karena salahku. Siapa juga yang meminta kamu untuk melakukan sandiwara seperti ini? Kamu juga salah! Sudahlah. Ini bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Kenyataan yang ada aku tlah bersama Dion yang baru, menjalaninya dengan penuh rasa kecewa. Kamu pun pergi dengan penyesalanmu.
Sungguh tragis. Kisah cinta yang begitu indah terhapus hanya karena sebuah kebodohan.
Sampai kapanpun aku akan tetap menyayangimu, walau aku juga berusaha untuk menerima dia yang baru. Aku masih mengharap ada keajaiban yang nantinya mempertemukan kita kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar